Memprihatinkan ... Anak SMP Terancam Drop Out dan Dipenjara Karena Voucher Pulsa 10 Ribu

Written By Jandika on Tuesday, April 5, 2011 | 4:11:00 PM


JAKARTA - Seorang siswa sekolah menengah pertama, Deli Suhandi (14), kini meringkuk di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Dia dituduh mencuri sebuah voucher perdana telepon selular senilai Rp 10.000. Deli dikenakan Pasal 363 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara.

"Benar, Deli diancam tujuh tahun penjara karena dituduh mencuri voucher perdana. Tapi sampai sekarang tidak ada barang bukti yang bisa ditunjukkan oleh polisi," ujar kuasa hukum Deli Suhandi, Hendra Supriatna saat konferensi pers di kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PHBI) Jakarta, Senin (4/4/2011).

Dia juga menambahkan kliennya sudah ditahan selama tiga minggu sejak hari Senin (11/3/2011) hingga saat ini. Awalnya, Deli ditahan di Polsek Johar Baru selama empat hari dan setelah itu dipindahkan ke Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

"Sudah sekitar tiga minggu klien saya ditahan. Dia bahkan tidak bisa ikut ujian tengah semester," ujar Hendra.

Kasus yang membelit Deli berawal saat bersama kedua sahabatnya, Rahmat Wibowo (14) dan Muhamad Luki (14) pulang dari sekolah dan menyaksikan
tawuran antarwarga di kawasan Johat Baru , Kamis (10/3)

"Kami jalan kaki pulang sekolah. Tiba - tiba terdengar suara tembakan dari gang 12. Ternyata ada tawuran. Kami takut, jadi langsung saja lari dan ngumpet di konter pulsa" tutur teman Deli, Luki

Di sekitar kounter yang sudah dirusak massa yang terlibat tawuran, Deli menemukan voucher kartu perdana telepon senilai 10 ribu yang terletak di tanah. Deli mengambil voucher tersebut dan memberikannya pada Bowo agar disimpan terlebih dahulu.

"Deli yang ngambil voucher itu. Vouchernya memang sudah jatuh, kounternya saja sudah rusak. Habis ngambil , voucher dikasih ke Bowo. Bowo malah diteriakin maling sama polisi. Kartunya dilempar ke saya, dan saya buang lagi karena saya takut," kisah Luki saat memberi kesaksian di kantor PBHI

Luki langsung ditangkap dan dipukul oleh aparat, sebelum dibawa ke Polsektro Johar Baru. Sehari setelah penangkapan Luki, Deli dan Bowo diciduk oleh kepolisian pada Jumat (11/3) pagi.

"Bowo dipukul mukanya dan punggungnya. Saya dan Deli juga dipukul. Polisi mengira kami merusak kounter pulsa pas tawuran terus mengambil voucher, padahal voucher itu cuma nemu," ujar Luki

Ketiga siswa SMP Islam Al Jihad itu diperiksa tanpa didampingi orang tua dan penasehat hukum. Mereka dituduh melakukan pencurian dengan kekerasan sebagai mana dimaksud dalam pasal 363 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara. Bahkan polisi sempat menuduh ponsel yang dibawa oleh Luki adalah barang curian.

"Saya cuma sehari ditahan. Jumat malam saya dilepas dengan Bowo. Deli saja yang tetap ditahan," ungkap Luki

Menurut Hendra, kasus Deli ini dapat menjadi rujukan tentang adanya kontradiksi penegakan hukum. Padahal berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum, seharusnya asas restoratife justice dijalankan.

Restorative justice sendiri berarti penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana dan secara bersama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana dan implikasinya dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

"Jika merujuk dari SKB, kasus Deli tidak perlu berujung ke pengadilan. Selain itu, klien saya juga rugi karena dugaan tindakan ini. Dia tidak bisa sekolah dan ujian," ungkap Hendra.

Sampai sejauh ini, tim PHBI Jakarta dan kuasa hukum Deli terus mengusahakan upaya penangguhan penahanan terhadap Deli. Sebelumnya, upaya permohonan ini ditolak oleh Polsek Johar Baru yang mengakibatkan Deli gagal ikut ujian tengah semester.

sumber : http://megapolitan.kompas.com

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih untuk tidak melakukan SPAM
Baca juga artikel menarik yang lainnya di :
http://veiledveiled.blogspot.com/

Tips Unik

Daftar Postingan