Setelah Lengser Mubarok Pilih Menyepi Di Desa dan Siap Dibunuh

Written By Jandika on Sunday, February 13, 2011 | 8:00:00 PM

hari-hari terakhir Mubarok

KAIRO | SURYA - Setelah mundur, Presiden Mesir Hosni Mubarak beserta keluarganya, sejak Jumat (11/2) malam, dikabarkan mengungsi ke resor Sharm el-Sheikh. Resor ini berada di dekat Laut Merah, merupakan tujuan wisata terkenal. Resor ini juga menjadi kebanggaan Mesir.

Saat berkuasa, Mubarak dikenal suka memamerkan pembangunan di Sharm el-Sheikh. Di resor ini ia memiliki sebuah rumah untuk berlibur. Jika kedatangan tamu, Mubarak sering mengajak para tamunya bertandang ke resor itu, entah pertemuan politik maupun konferensi.

Terselip di antara gunung-gunung di Gurun Sinai dan Laut Merah, jalur itu merupakan pantai emas. Di sana terdapat hotel dan kasino, tempat penyelaman dan lapangan golf. Pada 2009 dikabarkan resor ini mampu menarik sekitar seperempat dari 12,5 juta wisatawan ke Mesir.

Sharm el-Sheikh, yang diiklankan dengan berlebihan adalah tempat Suez dan Teluk Aqaba bertemu. Tempat ini juga penting bagi Mesir sebagai simbol kedaulatan yang diperoleh kembali di Sinai. Direbut oleh Israel dalam perang tahun 1967 bersama dengan Sinai, Sharm el-Sheikh dikembalikan ke Mesir berdasarkan perjanjian perdamaian tahun 1979. Perjanjian ini ditandatangani Presiden Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin.

Mesir mulai mengembangkan Sharm el-Sheikh sebagai tempat peristirahatan dan pariwisata pada akhir 1980-an. Sejak itu, tempat tersebut tumbuh menjadi kawasan wisata besar. Investor Barat dan Arab pun banyak yang berinvestasi di situ.

Ribuan wisatawan yang sebagian besar para penyelam amat menyukai tempat ini karena perairannya hangat dan jernih serta dikenal banyak kawanan ikan eksotis.

Pada tahun-tahun itu, Desa Sharm el-Sheikh yang kering telah berkembang menjadi sebuah kota. Warganya merupakan campuran dari wisatawan, anggota staf hotel, pekerja bangunan, pemandu wisata, sopir taksi, dan instruktur selam serta olahraga air.

Sharm el-Sheikh dijuluki sebagai Las Vegas Mesir, berada di antara desa-desa Badui di Sinai dan menjadi pilihan Mubarak untuk pertemuan puncak Timur Tengah. Pada tahun 2002, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) memberikan penghormatan pada Sharm el-Sheikh sebagai “Kota Perdamaian”.

Dipilihnya Sharm el-Sheikh sebagai tempat menyepi seolah menegaskan tekad Mubarak tidak akan melarikan diri ke luar negeri. Mubarak menyatakan, sehari sebelum mundur, dia sadar harus turun tetapi dia ingin mundur dengan cara terhormat. Ia pun menegaskan, tak akan kabur ke luar negeri. Dia bahkan siap terbunuh. Hal itu terungkap dalam pembicaraan per telepon dengan koleganya, petinggi Partai Buruh Israel, Benjamin Ben-Eliezer.

“Dia mengulang-ulang kalimat, ‘Aku telah melayani negaraku, Mesir, selama 61 tahun. Apakah mereka ingin aku lari? Aku tidak akan (lari). Apakah mereka ingin melemparkanku keluar? Aku tidak akan meninggalkan Mesir. Jika perlu, aku akan terbunuh di sini’,” kata Ben-Eliezer.

Menjelang pengunduran dirinya diumumkan Wakil Presiden Omar Suleiman, Mubarak dan keluarganya telah terbang meninggalkan Kairo menuju Sharm el-Sheikh . Tak jelas apakah dia selamanya di sana atau selanjutnya terbang ke luar negeri. Beberapa pengamat berspekulasi tentang negara yang bakal dijadikan Mubarak menetap, antara lain Arab Saudi, Inggris, Israel, atau Montenegro, tempat Gamal Mubarak, putranya, mempunyai jaringan konglomerasi.

Seperti diketahui, warga Mesir akhirnya bisa mengakhiri pemerintahan yang ditentangnya selama ini. Jumat malam waktu setempat, Hosni Mubarak resmi mengundurkan diri dari jabatan sebagai presiden yang dipegangnya selama 31 tahun. Demonstrasi yang dilakukan warga Mesir untuk menumbangkan Mubarak bukan hal mudah, 18 hari warga turun ke jalan. Sekitar 300 warga tewas dan ratusan lainya luka-luka dan tidak sedikit pula yang ditahan oleh rezim yang berkuasa.

Mubarak mundur dan menyerahkan wewenang kepada militer. Wapres Omar Suleiman mengatakan, Dewan Militer akan memegang kendali atas Mesir untuk sementara sampai dilangsungkannya pemilu berikutnya.

Sesaat setelah Wapres Omar Suleiman mengumumkan pengunduran diri Mubarak, jutaan pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan di Kairo. Teriakan,”Mesir telah bebas,” dan “Tuhan Maha Besar,” memenuhi jalan-jalan. Beberapa di antara mereka mengibarkan bendera Mesir, sementara yang lain meniup terompet, dan menyalakan kembang api.

Dua jembatan utama yang melintasi Sungai Nil sudah mirip dengan lapangan parkir dan para warga berpesta sepanjang malam di Kairo. Bahkan, menurut sejumlah kabar, sejumlah warga ada yang meninggal dan mengalami serangan jantung akibat terlalu gembira.

Pemerintah Indonesia berkeyakinan bahwa keputusan pengunduran diri Presiden Mesir Hosni Mubarak akan mengawali bergulirnya proses transisi demokrasi yang damai dan inklusif yang mengikuitsertakan seluruh elemen bangsa itu.

Atas nama pemerintah Indonesia, Menlu Marty Natalegawa, Sabtu (12/2), juga menyampaikan ucapan selamat kepada rakyat Mesir yang telah mampu mengatasi tantangan yang dihadapi saat ini.

Sementara itu Amerika Serikat membandingkan tumbangnya rezim Hosni Mubarak dengan kejatuhan Soeharto 1998 lalu. Seperti dilansir dari situs The Wall Street Journal, pemerintah AS menggunakan pergolakan di Indonesia pada medio 98 sebagai model transisi kekuasaan yang sukses di negara mayoritas Muslim. Beberapa ahli kebijakan luar negeri AS dikerahkan untuk memutar otak, apa yang membuat Indonesia tidak jatuh ke tangan kelompok ekstremis.

Menurut seorang pejabat Gedung Putih yang tidak disebutkan namanya, revolusi di Indonesia juga dikenal telah berhasil membuka sistem politik dan ekonomi yang paling transparan di Asia Tenggara. Pertanyaan utama dalam hal ini bagaimana Indonesia berhasil menyeimbangkan peran Islam dan kelanjutan peran militer di pemerintahan.

Seperti diketahui, gerakan Ikhwanul Muslimin (IM), memiliki peran yang sangat besar dalam revolusi Mesir. Hal ini menimbulkan ketakutan di berbagai kalangan di AS, bahwa Mesir bisa saja menjadi negara Islam seperti Iran dengan Revolusi 1979-nya. “Saya sangat khawatir mengenai keberadaan Ikhwanul Muslimin. Saya kira mereka tidak moderat,” ujar Senator AS John McCain pada suatu kesempatan.

IM berkembang pesat dan merupakan partai satu-satunya yang telah menyiapkan kampanye untuk pemilu selanjutnya. Hal ini membuat AS khawatir akan menjadikan momentum revolusi sebagai titik kemenangan partai ini.

Menyusul pengunduran diri Mubarak, pemerintah Swiss membekukan seluruh aset Mubarak yang disimpan di negara tersebut. Diduga, terdapat lebih dari miliaran dolar aset dari keluarga Mubarak yang disimpan di beberapa bank di Swiss.

Dilansir Los Angeles Times, selain Mubarak, harta 20 pejabat pemerintahannya yang lain juga dibekukan. Hal ini telah dibenarkan juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir, Lars Knuchel. Knuchel menolak untuk memberikan rincian berapa jumlah aset Mubarak di Swiss, namun menurut situs ABC News, harta Mubarak diperkirakan mencapai Rp 151 triliun.

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih untuk tidak melakukan SPAM
Baca juga artikel menarik yang lainnya di :
http://veiledveiled.blogspot.com/

Tips Unik

Daftar Postingan