Bagian 2
Siapakah
orang-orang yang mendiami wilayah Qumran antara pertengahan abad ke-2 S
M hingga pertengahan abad 1M. yang menyembunyikan manuskrip-manuskrip
misterius di gua-gua Laut Mati? Para ilmuwan sepakat bahwa
naskah-naskah kuno tulisan tangan yang diketemukan di Qumran .itu
adalah milik sekte Yahudi yang menamakan diri mereka "Esenes". Sebutan
mereka dengan nama tersebut menjadi bahan perdebatan di kalangan para
ahli. Profesor Abbas Mahmud AI-Aqqad dalam buku "Hayat Almasih"
(Kehidupan Almasih) edisi kedua, mengemukakan sebagai berikut,
"Pendapat
yang paling akurat dari berbagai tesis yang ada adalah bahwa
orang-orang yang khusyu, yang menghuni rumah peribadatan di Qumran ilu
adalah sekelompok sekte Esenes, salah satu sekte konservatif dan sangat
keras mempertahankan hukum-hukum agama Yahudi, yang menantikan
keselamatan mereka dengan datangnya Sang Juru Selamat yang dijanjikan.
Sekte ini yang juga sempat kami singgung dalam tulisan kami 'Kejeniusan
Almasih', merupakan kelompok bani Israel yang paling bersih dari
perbuatan dosa dan hawa nafsu. Dalam tingkat keberagamaan, mereka
terbagi menjadi tiga kelas. Dalam sumpah kesetiaan, mereka bersumpah
untuk menjaga rahasia kelompoknya, dan sesudah itu mereka diharamkan
untuk bersumpah seeara benar atau palsu seumur hidup. Mereka beriman
pada hari kiamat, kebangkitan dan kerasulan Almasih sang Juru Selamat.
Pendapat kami bahwa nama Esenes berasal dari derivasi "asi " yang
berarti tabib. "
Para
ilmuan sejarah berbeda pendapat berkenaan dangan asal penamaan Esenes.
Sebagaimana tersebut di atas bahwa Profesor Aqqad menyebutnya berasal
dari akar kata `asi' dalam bahasa Aramik yang berarti tabib. Akan tetapi penulis berbeda pendapat dengan Profesor Aqqad, sebab jamak dari kata "ast"' bukannya "esen" tetapi "asen". Meskipun
diketahui bahwa mereka mempergunakan ramuan obat-obatan untuk terapi
penyembuhan berbagai macam penyakit, namun mereka bukanlah para tabib,
dan tidak terdapat satupun tulisan kuno yang memperkuat dugaan bahwa
mereka berprofesi sebagai tabib.
Nama kelompok Esenes tertulis dalam bahasa Yunani dalam karya sejarah Philo Judaeus 1), Josephus Flavius 2), dan Pliny the Elder 3), masing-masing dalam ungkapan " Esenoy" atau " Esau" sedangkan nama orang yang menisbatkan dirinya kepada nama itu disebut " Esawi". Persoalan
mendasar yang dihadapi oleh para peneliti adalah bahwa meskipun asal
kata dari nama kelompok ini merupakan peristilahan lokal, namun mereka
mendapatinya hanya tertulis dalam bahasa Yunani. Untuk itu pertu
dilacak asal kata dari istilah tersebut.
Sebagian
peneliti mengasumsikan bahwa istilah itu berasal dari bahasa Aramik
atau Ibrani; namun mereka tidak kunjung sepakat pada kata tertentu
yarig menunjukkan bahwa kelompok tersebut pernah berdiam di wilayah
Palestina. Namun demikian, di sana terdapat indikasi kuat yang
menghubungkan kelampok Esenes dengan Nabi Yesaya, yang membelot dari
kelompok Pendeta Rumah Suci dan memilih hidup menyendiri menantikan
kedatangan Sang Juru Selamat pada akhir zaman (hari kiamat). Nama
Yesaya dalam bahasa Ibrani adalah "Vasya Ya', seperti "Yasyu"' dan
"Yasu"' yang mempunyai satu pengertian yakni keselamatan Tuhan.
Sedangkan nama "Yasu"' dalam bahasa Yunani -atau "Isa" dalam bahasa
Arabditulis sebagai "Esu". Tampaknya bahwa nama Yesaya juga dipakai
untuk menamahan murid-murid Nabi Yesaya.
para
peneliti telah menemukan tiga bagian dalam Kitab Yesaya ditulis selama
kurun waktu dua abad, antara abad ke-6 hingga abad ke-4 SM. Apapun
alasannya, di antara jemaat yang mendiami wilayah Qumran bersama nabi
Yesaya terdapat hubungan yang erat -berkat penemuan di dalam gua-gua
hunian mereka- dengan tulisan-tulisan Nabi Yesaya dalam jumlah besar,
dan mereka menafsirkan tulisan-tulisan itu dengan metode khusus yang
menjadi rahasia di antara mereka, terutama bagian-bagian yang berkenaan
dengan "Hamba Tuhan", dan kelahiran "Emanuel". Naskah-naskah ini
juga-lah yang diandalkan oleh para penulis Injil untuk mengisyaratkan
kelahiran Isa Almasih yang mereka sebut sebagai "nubuwat Sang Guru di
masa mendatang".
Mengetahui
asal kata dari peristilahan ini barangkali tidak sedemikian sulit, jika
kita mengingat bahwa huruf "ain" dalam bahasa Arab dan pada semua
bahasa Semitik akan menjadi "alif" dalam bahasa-bahasa Eropa di
antaranya bahasa Yunani. I
Menurut
penjelasan Pliny, dalam bukunya "Natural History", sesungguhnya
kelompok Esenes mendiami wilayah antara kota Yericho (Ariha) kawasan
lembah Jordan di utara dan kota `Ein Juda di tepian Laut Mati di
selatan. Kawasan yang sama di mana terletak wilayah tak berpenghuni di
Qumran. Paska kedatangan orang-orang Yahudi dari Babel, para pendeta
Yahudi berhasil menyeru manusia pada ajaran agama Yahudi yang didirikan
berdasarkan penafsiran mereka yang sangat khusus atas Taurat Musa. Dan
berdasarkan retorika penafsiran itu pula para pendeta menyusun ulang
format kitab suci Yahudi. Bersamaan dengan dibolehkannya orang-orang
Yahudi untuk membangun kembali rumah suci kaum Yebusi oleh penguasa
Parsi, maka dengan demikian, rumah suci itu menjadi pusat kegiatan
peribadatan para pendeta.
Ibadah
Yahudi yang dilakukan oleh kelompok pendeta, terdiri dari ritual-ritual
tertentu, yang penting di antaranya adalah menyembelih hewan kurban
yang dilakukan oleh para pendeta di rumah suci setiap hari, terlebih
pada hari Sabat atau hari-hari raya. Orangorang Yahudi awam,
masing-masing diminta untuk mempersembahkan sebagian hasil usaha mereka
untuk rumah suci. Oleh sebab jabatan Kependetaan itu menjadi status
yang sifatnya turun temurun dalam garis keturunan keluarga "para
pendeta", maka secara otomatis, "status kependetaan" itu selanjutnya
membentuk hierarkhi baru dalam masyarakat Yahudi, yang mampu
mendatangkan sumber kekayaan yang cukup melimpah.
Dengan
masuknya komunitas aristokrat dan para pedagang, hierarkhi tersebut
selanjutnya menjadi populer sebagai Sekte Saduki atau Sedukhem. Kelas
sosial Yahudi tersebut kemudian memegang otoritas atas bangsa Yahudi
melalui ritus-ritus keagamaan. Tidak ada doa atau upacara keagamaan
lainnya yang berlangsung dalam agama Yahudi yang dapat dilaksanakan
sendiri oleh para pemeluk, baik di rumah atau di tempat peribadatan
lain, melainkan harus datang ke Rumah Suci di Jerusalem dan
mempersembahkan kurban kepada para Pendeta.
Sekte
Saduki mempercayai bahwa arwah akan mengalami kematian bersamaan dengan
kematian jasad. Sekte Saduki menerapkan ajaran Taurat secara sangat
tekstual, dan dalam penafsiran teks-teks Taurat sama sekali terlepas
logika akal, seperti halnya analogi. Berdasarkan konsep teori
penafsiran seperti itu, maka sekte Saduki tidak mengimani keabadian
arwah, tidak pula kebangkitan manusia sesudah mati, atau perhitungan
amal perbuatan (hisab). Saduki juga tidak mempercayai adanya wujud
malaikat dan jin, karena dalam pendirian Seduki bahwa ajaran Taurat
berdiri di atas prinsip kemaha-esaan Tuhan. Oleh karena itu tidak ada
penyembahan berhala dan berikut ilah-ilah lain dalam keyakinan Saduki.
Sedangkan kepercayaan pada hari kiamat dan hisab di kehidupan akhirat
sesudah mati tidak disebutkan dalam kitabkitab yang dinisbatkan kepada
Musa, akan tetapi tercantum di dalam kitab Nabi-nabi, seperti halnya
Yesaya.
Sementara
sekte Seduki (Kelompok Pendeta) mendasarkan ajaran agama Yahudi hanya
pada lima Kitab Taurat saja, yakni lima kitab pertama pada Perjanjian
Lama, (Kejadian, Eksodus, Orang-orang Levi, Bilangan dan Ulangan -dan
dengan demikian mengesampingkan I
Berdasarkan
pada tulisan-tulisan Philo Judaeus, filosof Yahudi dari Aleksandria
yang hidup pada awal abad Masehi, dan Josephus, sejarawan yang hidup di
Palestina dan penulis sejarah Yahudi untuk Romawi pada akhir abad
pertama Masehi, bahwa kaum Esenes tersebut pernah ada di Palestina,
tepatnya di kawasan terdekat dengan wilayah barat laut pantai Laut
Mati. Dan berdasarkan pada sumber-sumber tulisan kuno, para penganut
Sekte Esenes, meskipun mereka adalah pemeluk Yahudi tetapi mereka
mempunyai perbedaan yang amat menyolok dengan pemeluk Yahudi pada
umumnya, oleh sebab kepercayaan mereka pada keabadian arwah, pada
perhitungan di hari akhir, dan mereka tidak melakukan ritus pengurbanan
hewan sembelihan di kuil. Dan jumlah mereka relatif kecil, tidak lebih dari 4000 orang pada awal abad pertama Masehi.
Para
pengikut sekte Eseness terbagi menjadi dua kelompok; pertama, hidup
seperti layaknya para rahib dan tidak menikah, sedang kelompok kedua,
hidup bersahaja dan menikah. Meskipun di antara keduanya ada perbedaan,
namun semua penganut Esenes mepunyai semangat menjauhkan diri dari
dunia materi dan kesenangan hidup. Tidak ada di antara mereka kelompok
kaya dan kelompok miskin, karena semuanya menjadi satu dalam hak
kepemilikian. Esenes meyakini bahwa wujud materi yakni jasad manusia
adalah wujud temporal yang fana. Sedangkan wujud yang hakiki ada di
alam kehidupan arwah, dan oleh karena itu mereka tidak takut mati.
Orang-orang Esenes ini hidup dalam kelompok-kelompok secara sangat
bersahaja, mengenakan selendang putih ciri khas mereka. Rutinitas
keseharian mereka dimulai dengan bangun pagi untuk melaksanakan shalat fajar kemudian pergi ke ladang karena sebagian besar mata pencarian mereka adalah bercocok tanam. Mereka mengerjakan shalat yang
kedua saat matahari tenggelam dan sesudah itu berkumpul bersama anggota
keluarga untuk makan malam, yang umumnya terdiri dari roti dan satu
macam jenis sayuran.
Bersuci
dengan mempergunakan air sebelum melakukan shalat, merupakan tradisi
ibadah sangat penting dan dipegang teguh oleh para pengikut sekte
Esenes. Bukan hal yang sederhana bagi siapapun untuk menjadi anggota
sekte Esenes, khususnya wanita, karena sekte Esenes tidak menerima
keanggotaan dari kaum hawa. Yang berminat menjadi anggota sekte Esenes
terlebih dahulu harus lolos ujian panjang yang berlangsung selama satu
tahun. Jika yang bersangkutan lulus, ia baru diperbolehkan mengikuti
ritual-ritual khusus selama dua tahun dan baru benar-benar menjadi
anggota pada tahun ketiga.
Orang-orang
dari sekte Esenes mempunyai kebiasaan yang sangat unik, di mana mereka
memanfaatkan sebagian besar waktu malam untuk membaca Taurat juga Kitab
Nabi-Nabi, khususnya I
Perselisihan
yang terjadi antara Esenes dan Seduki menjadi sebab bagi lahirnya sekte
baru yang memiliki struktur kepercayaan moderat, yang dikenal dengan
nama Farisi. Tersebarnya filsafat Plato yang mempercayai adanya alam
spiritual metafisis, berakibat pada munculnya keyakinan akan keabadian
arwah sesudah mati. Sekte Farisi percaya pada takdir, yang substansinya
adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi sesungguhnya telah ditentukan
sebelumnya dan tidak mungkin untuk dihindari. Akan tetapi mereka juga
meyakini kebebasan manusia untuk berkehendak dan memilih. Mereka
mengataan bahwa Tuhan akan memberi kemudahan bagi mereka yang berbuat
kebajikan, sedangkan orang yang meniti jalan kejahatan, Tuhan akan
membiarkan dirinya dengan pilihannya itu. Bertolak dari keyakinan ini
mereka mengatakan bahwa arwah orang-orang jahat akan ditempatkan dalam
penjara abadi dan mengalami siksaan sepanjang masa. Adapun arwah
orang-orang yang baik dalam pandangan Farisi, mereka itu akan hidup
kembati dalam jasad lain. Dengan ungkapan lain mereka percaya pada
inkarnasi atau kembalinya arwah ke bumi.
Sebagai
usaha memberikan legitimasi atas penafsiran-penafsiran mereka yang
sangat bertolak belakang dengan ajaran para Pendeta, sekte Farisi
mendirikan konsep teori baru yang mengatakan bahwa selain Taurat
tertulis, Tuhan juga memberikan kepada Musa "Hukum Lisan" yang sampai
kepada mereka melalui jalam periwayatan yang turun temurun -dan
selanjutnya mereka mengabadikannya dalam Talmud. Di samping itu mereka
juga mempergunakan logika akal dalam menafsirkan teks-teks kitab suci.
Mereka berpendapat bahwa perubahan zaman akan berarti perubahan
tuntutan, sehingga yang penting dalam hal ini adalah penerapan
substansi hukum, bukan formalitas hukum itu. Seperti contoh, dalam
menerapkan ayat "mata dibalas dengan mata", mereka mengatakan bahwa
pada masa itu, tidak mesti harus dengan membunuh pelaku, sebab hal itu
dapat saja diganti dengan memberikan ganti rugi kepada korban.
Tidak
diragukan bahwa orang-orang Farisi-lah yang membangun agama Yahudi
Rabinik (Rabbinic Judaism) setelah berakhirnya masa kependetaan
menyusul hancurnya Rumah Suci Yerusalem di tangan penguasa Romawi pada
tahun 70 S M, dan semua pendeta yang ada di dalamnya tewas terbunuh.
Namun demikian kita melihat adanya kesamaan pandangan antara sekte
Farisi dan Seduki berkenaan dengan jatidiri dan peran Almasih. Kaum
Farisi memerangi pengikut-pengikut Isa As. dan menghalang-halangi misi
kaum Esenes. Orang-orang Yahudi -hingga saat ini- masih menantikan
kedatangan Mesiah yang lain, selain Isa, yang akan menjadi Pemimpin dan
Raja keabadian. Maka berdasarkan keyakinan ini, penulis berpendapat
bahwa kelompok Esenes, meskipun mereka menjadi bagian dari komunitas
Yahudi sebelum kehancuran Beit Suci, namun pada hakikatnya mereka
sangat berbeda dengan Yahudi pada umumnya, berkenaan dengan keimanan
pada keabadian arwah dan hari kiamat. Pada saat kedatangan sang Guru,
yang akan memimpin pertempuran "Putera cahaya" melawan "Putera
kegelapan". Mesiah yang mereka nantikan akan menang dan kejahatan akan
sirna sepanjang masa. Oleh sebab itu, kebanyakan para peneliti condong
kepada kesimpulan bahwa orangorang sekte Esenes adalah komunitas
Judeo-Kristen yang akan kita ketahui lebih lanjut tentang jati diri
mereka pada bahasan-bahasan mendatang.
(Footnotes)
1. Disebut juga Philo of Alexandria, Filosof Yahudi yang berbahasa Yunani, seorang yang paling representatif dalam Yahudi Helenis, dalam tradisi Kristen ia dianggap sebagai pelopor Teologi Kristen (pent-). Lihat Encyclopaedia Britannica.
2. Nama
aslinya Joseph Ben Matthias, pendeta Yahudi, sarjana, dan ahli sejarah
yang menulis karya-karya tak ternilai tentang revolusi Yahudi th. 66-70
juga tentang sejarah Yahudi masa awal. Karya terpentingnya adalah
Sejarah Perang Yahudi (75-79), "The Antiquities of the Jews" (93), dan
"Against Apion". (Pent-). Idem.
3. Lahir
th 23 M di Gaul (sekarang Itali), nama lengkapnya dalam bahasa latin
Gaius Plinius Secundus, penulis "Natural History", merupakan karya
ensiklopedi. (pent-), idem.
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih untuk tidak melakukan SPAM
Baca juga artikel menarik yang lainnya di :
http://veiledveiled.blogspot.com/